Ramadhan dan ‘Resep’ Peningkatan Diri

image credit: www.dreamstime.com
image credit: http://www.dreamstime.com

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Ada yang menarik dari ceramah seorang ustadz semalam. Beliau memberikan perumpamaan yang berbeda mengenai Ramadhan. Bila biasanya saya mendengar bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan ampunan, lain halnya dengan beliau yang menganalogikan Ramadhan sebagai resep. Resep di sini maksudnya adalah resep dokter (prescription), bukan resep masakan (recipe). Hmm, apa hubungannya? 

Jadi begini,

Misalkan kita sakit batuk, lalu berobat ke dokter. Dokter meresepkan beberapa obat kepada kita (padahal keluhan yang mengganggu cuma satu). Obat itu harus diminum selama enam hari (dihabiskan). Namun, baru dua hari minum obat, batuknya hilang. Kita pun ‘merasa’ sudah sembuh dan enggan untuk meminum obat lagi. Kira-kira apa yang akan terjadi? Penyakit yang harusnya sembuh tuntas setelah minum obat sesuai aturan pun, bukannya tidak mungkin akan kambuh lagi. Kalau sudah begitu, biasanya derajat penyakitnya pun akan semakin berat. Kita perlu obat lebih banyak, juga butuh waktu lama untuk benar-benar sembuh.

Demikian pula dengan Ramadhan. Allah telah mewajibkan orang-orang yang beriman untuk berpuasa di bulan Ramadhan, yang bisa terdiri dari 29 atau 30 hari. Selain berpuasa, juga ada amalan-amalan yang dikerjakan, baik yang hukumnya wajib, maupun sunnah. Semuanya dilakukan untuk mencapai derajat takwa dan mendapat ampunan untuk dosa-dosa yang lalu. Saat sepuluh hari pertama, mungkin kita benar-benar berusaha keras untuk rutin beribadah. Namun, memasuki akhir Ramadhan, semangat pun mengendur. Kita ‘merasa’ sembuh, ‘merasa’ cukup dengan ibadah yang sudah dilakukan di awal Ramadhan. Kita mulai terdistraksi dengan persiapan lebaran: kue, baju baru, rumah yang harus tampak baru, menyambut kepulangan anggota keluarga, dan lain sebagainya. Akibatnya, tentu tujuan Ramadhan yang seharusnya bisa tidak tercapai.

Semoga kita tidak seperti itu 🙂

*****

( 183 )   Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
( 184 )   (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
( 185 )   (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
(QS Al-Baqarah: 183 – 185)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

19 thoughts on “Ramadhan dan ‘Resep’ Peningkatan Diri

Add yours

      1. Iya, pas kulihat sekilas komen-komenannya mirip bahasa Palembang ya 🙂 tapi kalau di sini galak itu artinya ketawa 😀

        Like

  1. Keren jg nih analoginya. Ustadz siapa nih mbak, yg kasih materi?

    Moga kita bisa “minum antibiotik”nya sampai abis biar peningkatan dirinya tuntas yaa.. aamiin.. 🙂

    Like

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑